[Morgue Vanguard]
ditengah hidup yang menyerupai rutan yang kehilangan sipir/ mengepal jemari hari ini sesulit membongkar jaringan pembunuh Munir/ dengan pilihan diantara menjadi tumbal atau martir/ kami kembali dengan eskalasi penghakiman hari akhir/ dengan syair penantang satir korporat vampir/ sejak tafsir NAFTA dan Bush mempeluas petak takdir kutukan/ membangun gerakan yang tak semudah merakit molotov oplosan/ oposisi kiri-kanan yang terlalu basi menjadi oposan/ hitung kembali kawan yang melangitkan kepalan / bangunkan kawan yang tersisa dan terlelap menenggak lipan/ kabarkan setiap lini kehidupan adalah front terdepan/ kembali isi amunisi hasrat dan mimpi ke dalam barisan/ warisan kesumat yang membutuhkan lebih banyak lagi kanon / lebih banyak lagi pembangkangan sipil serupa Porsea Indorayon/ serupa Bojong, serupa ribuan t**isan/ bagi setiap kota yang menolak didominasi mall, penjara, monumen dan nisan/ Klandestin, manuver hantu serupa Vietkong/ sejak tanah, udara dan air hanya sesajen bagi para cukong/ begundal pasar bebas yang mengantri di jalur by-pass/ yang bebas merangkai plot dominasi dalam satu pentas / dan laknat ini yang kembali menyeruak sejak Nipah dan Haur Koneng/ merubah setiap rima dan ritme menjadi awal lonceng kematian bagi IMF, WTO dan World Bank/ Dan setiap poin agenda penaklukan koloni yang mereka bonceng
Rima pemanggil arwah yang menziarahi pitam// Dengan pekat hitamnya langit saat memudarnya harapan// Nazar luka puputan, kalam penghabisan// Satu bangsa di bawah kontrol korporat, kami langitkan kepalan
[Sarkasz]
Lubang hitam kepastian memaksaku mewadal/ Bernafas dalam kanal, meradang di dalam banal / Kapal yang karam diperosok khayal dan domestifikasi hidup berkawal/ Bayangan ku yang berubah menjadi selakangan jadah tersamar/ Memugar setiap hasrat yang memudar, nafas terakhir di belukar/ Ritual dengan ambisi di penghujung bulan kalkulasi b**ikan nazar/ Fajar kematian berhala, altar bangunan moral dan biji zakar/ Hari ini konsumsi hanyalah masturbasi hidup di hapadan pasar/ Maka ku rapal rima negasi kosong sehitam aspal/ Sekilat anval, berbekal anggur dyonisian berdosis fatal/ Di antara tumpukan berangkal artefak lama B-boy berkepal/ Kontra-armamen tapal pelontar mortal pembantai portal/ Sakramen hidup yang lagi memerlukan afirmasi terdaftar/ Simbiosa mutual agenda neoliberal berpagar/ Serifikasi halal yang sedangkal menakar semua ikhtiar/ Para pembangkang yang terlalu mudah untuk ditangkal/ Rima ini bertiwikrama dalam badai horizontal/ Tak pernah tertulis pada lontar/ terror imaji korporasi pembunuh berantai/ Kami jajarkan nama terbantai, kami hitung semua bangkai/ dari jejak kemenangan ribuan perang yang tak pernah kami capai/ Untuk memaksa neraka keluar barak dan kawanan anjing/ Yang bermufakat dengan pangkat, patriotisme dan arak/ Disaat dinding keterasingan hasrat menjadi kota terlarang/ Kami tak meminta Valhala, kami jadikan surga kalian rampasan perang
ditengah hidup yang menyerupai rutan yang kehilangan sipir/ mengepal jemari hari ini sesulit membongkar jaringan pembunuh Munir/ dengan pilihan diantara menjadi tumbal atau martir/ kami kembali dengan eskalasi penghakiman hari akhir/ dengan syair penantang satir korporat vampir/ sejak tafsir NAFTA dan Bush mempeluas petak takdir kutukan/ membangun gerakan yang tak semudah merakit molotov oplosan/ oposisi kiri-kanan yang terlalu basi menjadi oposan/ hitung kembali kawan yang melangitkan kepalan / bangunkan kawan yang tersisa dan terlelap menenggak lipan/ kabarkan setiap lini kehidupan adalah front terdepan/ kembali isi amunisi hasrat dan mimpi ke dalam barisan/ warisan kesumat yang membutuhkan lebih banyak lagi kanon / lebih banyak lagi pembangkangan sipil serupa Porsea Indorayon/ serupa Bojong, serupa ribuan t**isan/ bagi setiap kota yang menolak didominasi mall, penjara, monumen dan nisan/ Klandestin, manuver hantu serupa Vietkong/ sejak tanah, udara dan air hanya sesajen bagi para cukong/ begundal pasar bebas yang mengantri di jalur by-pass/ yang bebas merangkai plot dominasi dalam satu pentas / dan laknat ini yang kembali menyeruak sejak Nipah dan Haur Koneng/ merubah setiap rima dan ritme menjadi awal lonceng kematian bagi IMF, WTO dan World Bank/ Dan setiap poin agenda penaklukan koloni yang mereka bonceng
Rima pemanggil arwah yang menziarahi pitam// Dengan pekat hitamnya langit saat memudarnya harapan// Nazar luka puputan, kalam penghabisan// Satu bangsa di bawah kontrol korporat, kami langitkan kepalan
[Sarkasz]
Lubang hitam kepastian memaksaku mewadal/ Bernafas dalam kanal, meradang di dalam banal / Kapal yang karam diperosok khayal dan domestifikasi hidup berkawal/ Bayangan ku yang berubah menjadi selakangan jadah tersamar/ Memugar setiap hasrat yang memudar, nafas terakhir di belukar/ Ritual dengan ambisi di penghujung bulan kalkulasi b**ikan nazar/ Fajar kematian berhala, altar bangunan moral dan biji zakar/ Hari ini konsumsi hanyalah masturbasi hidup di hapadan pasar/ Maka ku rapal rima negasi kosong sehitam aspal/ Sekilat anval, berbekal anggur dyonisian berdosis fatal/ Di antara tumpukan berangkal artefak lama B-boy berkepal/ Kontra-armamen tapal pelontar mortal pembantai portal/ Sakramen hidup yang lagi memerlukan afirmasi terdaftar/ Simbiosa mutual agenda neoliberal berpagar/ Serifikasi halal yang sedangkal menakar semua ikhtiar/ Para pembangkang yang terlalu mudah untuk ditangkal/ Rima ini bertiwikrama dalam badai horizontal/ Tak pernah tertulis pada lontar/ terror imaji korporasi pembunuh berantai/ Kami jajarkan nama terbantai, kami hitung semua bangkai/ dari jejak kemenangan ribuan perang yang tak pernah kami capai/ Untuk memaksa neraka keluar barak dan kawanan anjing/ Yang bermufakat dengan pangkat, patriotisme dan arak/ Disaat dinding keterasingan hasrat menjadi kota terlarang/ Kami tak meminta Valhala, kami jadikan surga kalian rampasan perang